Persiapan Litigasi ke WTO terkait Diskriminasi Sawit Perlu Segera Dilakukan

DIREKTUR Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Boestami berpendapat agar pemerintah dan kalangan dunia usaha segera menyiapkan langkah-langkah untuk membawa masalah diskriminasi terhadap kelapa sawit oleh Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Persiapan ke WTO perlu dilakukan sambil tetap melakukan upaya diplomasi. Menurutnya, persiapan perlu dilakukan sejak dini agar tidak terlambat, mengingat Indonesia hanya mempunyai dua bulan untuk melakukan diplomasi sebelum Uni Eropa mengesahkan delegated act sebagai aturan pelaksanaan kebijakan Renewable Energy Directive (RED II). "Jadi sejak awal ini persiapan sudah dijalankan, mulai menentukan siapa yang akan mewakili kita di sana apakah ada lawyer yang akan ditunjuk oleh pemerintah begitupun juga oleh pengusaha.
myimage
logo-bpdp300.png

Kelompok Kerja Bersama Indonesia-India Bahas Sawit Berkelanjutan

KALANGAN pengusaha kelapa sawit Indonesia dan India yang tergabung dalam Indonesia-India Palm Oil Joint Working Group menggelar pertemuan untuk membahas kerja sama perdagangan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Pertemuan yang digelar di Hotel JW Marriott Medan, Sumatera Utara, Selasa (26/3/2019) ini membahas sejumlah hal serta kunjungan pengusaha India ke perkebunan sawit. Materi yang dibahas antara lain kampanye dalam rangka peningkatan citra kelapa sawit berkelanjutan Indonesia di India.
myimage
logo-bpdp300.png

Respons Diskriminasi Sawit, Malaysia Ancam Batalkan Pembelian Jet Tempur dari Uni Eropa

PEMERINTAH Malaysia mengancam membatalkan rencana pembelian jet tempur dari Uni Eropa (UE) dan mengalihkannya ke China, sebagai tindakan balasan atas diskriminasi terhadap kelapa sawit. Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyatakan Malaysia tidak sedang menyatakan perang terhadap UE karena pihaknya juga membutuhkan barang-barang dari UE. Namun, jika kelapa sawit terus mendapat tekanan, maka pihaknya terpaksa membatalkan rencana pembelian barang dari UE. "Jika mereka terus menekan kami, kami akan membeli pesawat dari China atau negara lain," ujar Mahathir sebagaimana dikutip Bernama, (24/3/2019). Sebelumnya, Indonesia juga mengeluarkan ancaman yang sama kepada Uni Eropa.
myimage
logo-bpdp300.png

Kepada Dunia Usaha, Pemerintah Jelaskan Sikap atas Diskriminasi Sawit

PEMERINTAH mengumpulkan pimpinan perusahaan multinasional dari Uni Eropa (UE) untuk menyampaikan penjelasan mengenai sikap pemerintah atas diskriminasi yang dilakukan oleh UE terhadap kelapa sawit. Penjelasan tersebut disampaikan Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan dan Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir di Jakarta, Rabu (20/3/2019). \`Pertemuan ini sangat urgent.
myimage
logo-bpdp300.png

Pemerintah Gandeng Pengusaha Uni Eropa Hadapi Diskriminasi Sawit

PEMERINTAH menggandeng dunia usaha asal Uni Eropa (UE) untuk ikut menyuarakan kekecewaan Pemerintah RI, sekaligus membantu proses negosiasi dan diplomasi Pemerintah RI kepada UE terkait tindakan diskriminasi UE terhadap kelapa sawit asal Indonesia. Sebagaimana diketahui, sejak 13 Maret 2019, berdasarkan kebijakan UE, Komisi Eropa mengeluarkan regulasi turunan (Delegated Act) dari kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi ILUC (Indirect Land Use Change). Untuk itu, dalam Forum yang digelar pada Rabu (20/3/2019) di kantor Kementerian Luar Negeri ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution kembali menyampaikan posisi keras Pemerintah RI dalam menanggapi dirilisnya konsep Delegated Act RED II oleh Komisi Eropa tersebut. Bagi Indonesia, lanjut Darmin, kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat penting, yang tercermin dari nilai kontribusi ekspor Crude Palm Oil (CPO) senilai USD 17,89 miliar pada tahun 2018. Industri ini berkontribusi hingga 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto.
myimage
logo-bpdp300.png

10 Sikap Pemerintah atas Diskriminasi Uni Eropa Terhadap Kelapa Sawit

PEMERINTAH, Senin (18/3/2019), menyampaikan sepuluh poin tanggapan terhadap langkah diskriminatif Uni Eropa (UE) terhadap komoditas sawit nasional agar komoditas ini mendapatkan perlakuan yang setara di pasar komoditas UE. Tanggapan disampaikan Kementerian Perekonomian sebagai sikap keberatan Pemerintah atas keputusan Komisi Eropa yang mengadopsi Draft Delegated Regulation yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan berisiko tinggi. Indonesia, yang merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia, memandang bahwa Delegated Regulation yang diadopsi oleh UE merupakan bentuk diskriminasi terhadap kelapa sawit. Berikut 10 poin tanggapan tersebut, sebagaimana disampaikan dalam lampiran Siaran Pers No. HM.4.6/32/SET.M.EKON.2.3/03/2019, 18 Maret 2019: Pemerintah Indonesia menentang keras keputusan Komisi Eropa untuk mengadopsi Draft Delegated Regulation yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai minyak nabati beresiko tinggi terhadap terjadinya ILUC yang tidak berkelanjutan berdasarkan standar sepihak dan tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
myimage
logo-bpdp300.png

Pemerintah Sampaikan Tanggapan atas Diskriminasi Sawit kepada Uni Eropa

PEMERINTAH menyampaikan 10 (sepuluh) poin tanggapan terhadap langkah diskriminatif Uni Eropa (UE) terhadap komoditas sawit berkelanjutan nasional agar komoditas ini mendapatkan perlakuan yang setara di pasar komoditas UE. "Pemerintah menyampaikan keberatan atas keputusan Komisi Eropa untuk mengadopsi Draft Delegated Regulation yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan berisiko tinggi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat memimpin Rapat Koordinasi Pembahasan Tentang European Union\'s Delegated Regulation, di kantornya, Senin (18/03/2019). Dalam keterangan pers, disebutkan langkah ini menjadi tindak lanjut kesepakatan dari 6th Ministerial Meeting Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) yang diselenggarakan pada 28 Februari 2019. Saat itu, 3 (tiga) negara produsen terbesar minyak sawit dunia yaitu Indonesia, Malaysia, dan Kolombia, menyepakati untuk menanggapi langkah-langkah diskriminatif yang muncul dari rancangan peraturan Komisi Eropa, yaitu Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the EU Renewable Energy Directive II. Darmin mengatakan hal ini sebagai kompromi politis di internal UE yang bertujuan untuk mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor biofuel UE yang menguntungkan minyak nabati lainnya, termasuk rapeseed yang diproduksi oleh UE. Adapun, saat ini, Komisi Eropa telah mengadopsi Delegated Regulation no.
myimage
logo-bpdp300.png
Subscribe to Berita